Mengapa Hyperliquid semakin populer, Arbitrum justru bisa “diam-diam meraup banyak keuntungan”?

Baru-baru ini, protokol HIP3 dari @HyperliquidX sedang sangat populer. Perp saham, Perp emas, bahkan kartu Pokémon dan skin item CS pun bisa diperdagangkan, membuat Hyperliquid jadi sorotan utama. Namun, banyak orang justru mengabaikan bahwa likuiditas @arbitrum_cn juga melonjak tajam dalam periode yang sama.

Benar, semakin populer Hyperliquid, Arbitrum justru semakin bisa “kaya diam-diam”? Kenapa bisa begitu?

1. Fakta dasarnya, USDC yang dimiliki Hyperliquid, sebagian besar harus dijembatani dari Arbitrum. Setiap kali Hyperliquid meluncurkan kontrak saham TSLA atau perp emas, di baliknya ada arus besar USDC yang masuk dari Arbitrum. Keterkaitan ini bukan sekadar “kebetulan”, tapi memang ketergantungan struktural.

Aktivitas bridging ini secara langsung berkontribusi pada volume transaksi harian dan aktivitas ekosistem Arbitrum, mendorong Arbitrum tetap kokoh di posisi teratas layer2;

2. Tentu, ada yang mengatakan Arbitrum hanya sekadar perantara dana Hyperliquid, hanya jadi tempat transit. Lalu kenapa Hyperliquid tidak memilih Solana, tidak memilih Base, tapi justru mengikat erat dengan Arbitrum? Alasannya sebagai berikut:

1. Biaya penyesuaian teknologi paling rendah: Hyperliquid butuh jalur masuk likuiditas yang kompatibel EVM untuk menerima stablecoin dengan aman, dan arsitektur Nitro dari Arbitrum bisa menekan delay bridging jadi hanya 1 menit, biaya gas kurang dari 0.01 dolar, pengguna hampir tidak merasakan friksi biaya;

2. Kedalaman likuiditas tak tergantikan: USDC asli di Arbitrum beredar hingga 8,06 miliar dolar, tertinggi di antara semua layer2. Selain itu, Arbitrum punya protokol matang seperti GMX, Gains dan lain-lain yang sudah membentuk ekosistem pinjam-meminjam, trading, derivatif, dan yield aggregator yang lengkap. Intinya, Hyperliquid memilih Arbitrum bukan sekadar jalur bridging, tapi karena ekosistem likuiditasnya yang matang;

3. Efek sinergi ekosistem yang tak tertandingi: Beberapa saham perp, perp emas, bahkan token obligasi negara yang baru diluncurkan HIP3, sudah lebih dulu ada di Arbitrum dalam bentuk aset RWA, dan bisa digunakan untuk lending dan farming melalui Morpho, Pendle, Euler, dan protokol DeFi lainnya. Jadi, pengguna bisa staking aset RWA sebagai jaminan di Arbitrum, meminjam USDC, lalu menjembatani ke Hyperliquid untuk trading perp saham dengan leverage 5x hingga 10x. Ini bukan sekadar dana lewat, tapi agregasi likuiditas lintas ekosistem.

3. Menurut saya, hubungan antara Hyperliquid dan Arbitrum bukan sekadar “parasitisme” likuiditas, tapi justru saling melengkapi secara strategis.

Sebagai aplikasi chain Perp Dex, Hyperliquid terus mendorong aktivitas trading, sementara Arbitrum menyediakan pasokan likuiditas yang berkelanjutan. Bagi Arbitrum, aplikasi fenomenal seperti Hyperliquid juga penting untuk menutupi kekurangan produk di ekosistem Ethereum.

Ini mengingatkan saya pada saat Arbitrum meluncurkan kerangka Orbit layer3, yang mengedepankan konsep “layer2 umum + chain aplikasi khusus”. Orbit memungkinkan tim mana pun dengan cepat meluncurkan chain aplikasi Layer3 sendiri, menikmati keamanan dan likuiditas Arbitrum sekaligus menyesuaikan parameter performa sesuai kebutuhan.

Hyperliquid memang memilih membangun layer1 sendiri + terhubung erat dengan Arbitrum, tampaknya berbeda dengan langsung deploy layer3. Tapi jika Anda analisa hubungan ekosistem HIP-3 dan Arbitrum, ada kesimpulan menarik: HIP3 dalam arti tertentu sebenarnya sudah menjadi Layer3 de facto Arbitrum.

Karena inti dari layer3 adalah mempertahankan keunggulan performa sendiri, sekaligus menyerahkan keamanan dan likuiditas ke Layer2. Jelas, Hyperliquid belum bisa memberikan keunggulan likuiditas untuk ekosistem HIP3, tapi Arbitrum bisa.

Bukankah ini salah satu varian model operasional layer3?