Dalam lanskap keuangan global, sebuah perubahan yang tenang sedang berlangsung. Peran stablecoin sebagai "dolar tak terlihat" semakin menonjol, secara perlahan mengubah struktur ekonomi pasar berkembang. Ini bukan lagi prediksi masa depan, tetapi kenyataan yang sedang terjadi saat ini.

Laporan terbaru yang dirilis oleh Moody's mengungkapkan tren yang memikirkan: stablecoin secara diam-diam menggerogoti garis pertahanan ekonomi pasar berkembang. Fenomena "pengganti mata uang" ini telah berkembang dari uang kertas dolar AS fisik menjadi stablecoin on-chain yang terdigitalisasi. Berbeda dengan dolar yang membutuhkan aliran uang tunai fisik, stablecoin hanya memerlukan smartphone untuk menyelesaikan transaksi, sehingga "dolar yang tidak terlihat" ini lebih penetratif daripada uang tunai.

Banyak negara pasar baru yang sedang berkembang telah mulai merasakan dampak dari stablecoin. Di Venezuela, USDT telah menjadi salah satu cara pembayaran gaji yang tidak resmi, terutama selama periode depresiasi mata uang lokal yang tajam. Volume pembelian stablecoin di Argentina melonjak menjadi yang kelima terbesar di dunia pada tahun 2023, bahkan muncul fenomena pembayaran sewa menggunakan USDT. Volume perdagangan stablecoin di kawasan Afrika telah meningkat hampir 12 kali lipat dalam dua tahun terakhir, menjadi pilihan baru untuk penyelesaian perdagangan lintas batas.

Tren ini telah menimbulkan tantangan serius bagi kebijakan moneter negara-negara pasar berkembang. Ketika warga negara suatu negara secara naluriah mengonversi aset mereka menjadi stablecoin yang dipatok pada mata uang asing, alat kebijakan moneter tradisional telah sebagian kehilangan efektivitasnya. Penyesuaian suku bunga, kontrol modal, dan langkah-langkah lainnya menjadi jauh lebih lemah, bahkan dapat menyebabkan distorsi data inflasi, mempengaruhi penilaian pemerintah terhadap kondisi ekonomi.

Misalnya, selama krisis pound Mesir, volume perdagangan stabilcoin di pasar OTC melonjak 350%, dan "pelarian terdesentralisasi" ini secara serius mempengaruhi perang pertahanan nilai tukar bank sentral. Ketika lira Turki anjlok, premium stabilcoin sempat mencapai 15%, menunjukkan batasan dari langkah-langkah pengendalian modal tradisional.

Penggunaan luas stablecoin bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga melibatkan permainan geopolitik yang kompleks. Saat ini, 90% stablecoin global dipatok pada dolar AS, yang berarti bahwa Amerika Serikat telah memperluas pengaruh keuangannya melalui kode. Untuk menghadapi tren ini, regulator AS telah menyelidiki penerbit stablecoin utama, sementara Uni Eropa mempercepat proyek euro digital untuk melawan erosi "mata uang swasta".

Bagi negara-negara pasar berkembang, bagaimana menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh stablecoin adalah pilihan yang sulit. Melarang stablecoin mungkin mengakibatkan kehilangan peluang perkembangan teknologi, tetapi membiarkannya tanpa pengaturan dapat memerlukan penyerahan sebagian kedaulatan ekonomi. Dalam revolusi keuangan yang tidak terdengar ini, setiap negara perlu mempertimbangkan dengan hati-hati dan mencari titik keseimbangan untuk melindungi kepentingan ekonomi mereka sendiri dan memanfaatkan peluang perkembangan keuangan digital.