Akhir-akhir ini saya sedang memikirkan sebuah pertanyaan: ketika semua orang berteriak tentang "kelangkaan", apa yang sebenarnya bisa menopang valuasi pada putaran berikutnya?
Jawaban saya mungkin agak bertentangan dengan konsensus—yaitu, kecerdasan. Bukan kecerdasan di atas slide presentasi, tapi benar-benar jalur teknologi yang membuat aset digital bisa "hidup".
Saya kasih contoh yang konkret. Sekarang kalau kamu beli NFT, semahal atau serare apa pun, pada dasarnya itu hanya file gambar yang diberi tanda tangan, kan? Membuktikan kepemilikan, menuliskan beberapa baris metadata, lalu? Disimpan di dompet dan dilupakan. Logika statis seperti ini sebenarnya cukup canggung, karena selain spekulasi, sulit menjelaskan di mana nilai jangka panjangnya.
Proyek AINFT melakukan hal yang cukup menarik. Mereka ingin menanamkan kemampuan AI langsung ke dalam NFT—bukan sekadar menempelkan label, tapi benar-benar membuat NFT itu bisa merasakan, merespons, dan berkembang. Contohnya: teman digital kamu bisa mengingat kebiasaan chat-mu, perlahan membentuk gaya bicara yang unik; karakter virtual bisa menjaga konsistensi persona di berbagai game atau skenario sosial; bahkan aset itu sendiri bisa "belajar", dengan skill tree yang makin kaya. Kedengarannya agak fiksi ilmiah, tapi dari sisi teknologi sudah mengarah ke sana.
Inti dari perubahan ini adalah: basis nilai berpindah dari "pembuktian kelangkaan" ke "keunikan yang dihasilkan dari interaksi berkelanjutan". Yang kamu miliki bukan lagi benda mati, tapi sebuah hubungan, sebuah memori, sebuah entitas digital yang bisa berevolusi.
Perlu dicatat, AINFT memilih untuk terikat erat dengan TRON DAO. Langkah ini sebenarnya cukup cerdas—
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
18 Suka
Hadiah
18
9
Posting ulang
Bagikan
Komentar
0/400
MEVHunterWang
· 5jam yang lalu
Kekuatan hash makan daging, teknologi menggigit tulang
Akhir-akhir ini saya sedang memikirkan sebuah pertanyaan: ketika semua orang berteriak tentang "kelangkaan", apa yang sebenarnya bisa menopang valuasi pada putaran berikutnya?
Jawaban saya mungkin agak bertentangan dengan konsensus—yaitu, kecerdasan. Bukan kecerdasan di atas slide presentasi, tapi benar-benar jalur teknologi yang membuat aset digital bisa "hidup".
Saya kasih contoh yang konkret. Sekarang kalau kamu beli NFT, semahal atau serare apa pun, pada dasarnya itu hanya file gambar yang diberi tanda tangan, kan? Membuktikan kepemilikan, menuliskan beberapa baris metadata, lalu? Disimpan di dompet dan dilupakan. Logika statis seperti ini sebenarnya cukup canggung, karena selain spekulasi, sulit menjelaskan di mana nilai jangka panjangnya.
Proyek AINFT melakukan hal yang cukup menarik. Mereka ingin menanamkan kemampuan AI langsung ke dalam NFT—bukan sekadar menempelkan label, tapi benar-benar membuat NFT itu bisa merasakan, merespons, dan berkembang. Contohnya: teman digital kamu bisa mengingat kebiasaan chat-mu, perlahan membentuk gaya bicara yang unik; karakter virtual bisa menjaga konsistensi persona di berbagai game atau skenario sosial; bahkan aset itu sendiri bisa "belajar", dengan skill tree yang makin kaya. Kedengarannya agak fiksi ilmiah, tapi dari sisi teknologi sudah mengarah ke sana.
Inti dari perubahan ini adalah: basis nilai berpindah dari "pembuktian kelangkaan" ke "keunikan yang dihasilkan dari interaksi berkelanjutan". Yang kamu miliki bukan lagi benda mati, tapi sebuah hubungan, sebuah memori, sebuah entitas digital yang bisa berevolusi.
Perlu dicatat, AINFT memilih untuk terikat erat dengan TRON DAO. Langkah ini sebenarnya cukup cerdas—