Dua Wajah Inflasi: Ketika Biaya Mendorong dan Permintaan Menarik

Inflasi - binatang ekonomi yang coba dijinakkan oleh bank sentral sekitar dua persen per tahun - bukanlah monster satu dimensi. Saya telah melihat Federal Reserve terobsesi dengan target ini, mengklaim bahwa itu menandakan pertumbuhan ekonomi yang sehat. Namun, jika Anda menggali lebih dalam, Anda akan menemukan inflasi muncul dalam dua rasa yang berbeda, masing-masing dengan resep ekonominya sendiri.

Prinsip penawaran dan permintaan mendorong kedua jenis tersebut, tetapi mekanismenya berbeda secara dramatis. Izinkan saya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi ketika harga merangkak naik.

Ketika Biaya Mendorong Harga Naik

Inflasi biaya tekan terjadi ketika pasokan terhambat sementara permintaan tetap tinggi. Saya telah melihatnya terjadi berkali-kali - perusahaan menghadapi biaya produksi yang lebih tinggi dari tenaga kerja atau bahan mentah, memaksa mereka untuk meneruskan biaya tersebut kepada konsumen yang tidak punya pilihan lain selain membayar.

Apa yang memicu kekurangan pasokan ini? Terkadang itu adalah bencana alam yang menghancurkan infrastruktur. Di lain waktu, itu adalah regulasi pemerintah, perubahan perpajakan, atau fluktuasi nilai tukar. Perilaku monopoli bisa sama merugikannya. Apa pun penyebabnya, hasilnya sama: perusahaan tidak dapat memproduksi cukup untuk memenuhi permintaan, sehingga harga mengalami inflasi.

Sektor energi memberikan contoh yang sempurna. Butuh bensin untuk mobil Anda? Ketika kilang tutup setelah badai atau serangan siber mengganggu pipa, rantai pasokan terputus sementara kebiasaan konsumsi kita tetap tidak berubah. Pemasok terbatas yang masih beroperasi menaikkan harga karena mereka tahu kita akan membayar - kita tidak punya alternatif.

Ketika Permintaan Mendorong Harga Naik

Sisi lain - inflasi permintaan - biasanya menyertai boom ekonomi. Ketika lapangan kerja meningkat dan dompet semakin tebal, pengeluaran konsumen melonjak. Jika produksi tidak dapat mengikuti laju pengeluaran ini, kita mendapatkan apa yang dengan bangga disebut ekonom "terlalu banyak dolar mengejar terlalu sedikit barang."

Ini bukan hanya tentang perilaku konsumen. Pemerintah yang membanjiri ekonomi dengan uang atau bank yang menawarkan pinjaman murah meriah menciptakan efek yang serupa. Benang merahnya? Terlalu banyak daya beli yang mengalahkan pasokan yang terbatas.

Pemulihan ekonomi pasca-COVID dengan sempurna mengilustrasikan fenomena ini. Setelah setahun penguncian, konsumen yang divaksinasi muncul siap untuk berbelanja untuk segalanya mulai dari tiket pesawat hingga rumah baru. Namun pabrik tidak dapat meningkatkan produksi dengan cukup cepat, persediaan cepat habis, dan harga melonjak untuk segalanya mulai dari kayu hingga tembaga.

Melihat pasar perumahan meledak meskipun persediaan terbatas menunjukkan inflasi yang didorong permintaan dalam bentuk paling murni. Pembeli bersaing sengit untuk properti yang langka, mendorong harga ke tingkat yang tidak masuk akal - sementara konstruksi berjuang untuk mengejar.

Kedua jenis inflasi pada akhirnya berasal dari ketidakseimbangan, apakah pasokan menyusut secara tak terduga atau permintaan melonjak melebihi kapasitas. Memahami yang mana yang kita hadapi membantu menjelaskan mengapa tagihan belanjaan Anda terus meningkat - dan mengapa bank sentral kadang-kadang tampak tak berdaya untuk menghentikannya.