
Keputusan kebijakan moneter Federal Reserve pada 2025 secara tegas membentuk valuasi cryptocurrency melalui mekanisme transmisi yang terstruktur. Setiap kali The Fed menaikkan suku bunga, likuiditas di pasar keuangan langsung berkurang, sehingga valuasi cryptocurrency terkoreksi hingga 15%. Penurunan ini terjadi karena investor mengalihkan modal dari aset berisiko ke instrumen tradisional berimbal hasil lebih tinggi, mencerminkan hubungan terbalik antara pengetatan Fed dan kinerja pasar kripto.
Dinamika likuiditas memperjelas saluran transmisi utama: suku bunga rendah mendorong aliran modal ke investasi berisiko seperti aset digital, sementara suku bunga tinggi justru membatasi arus modal tersebut. Selama siklus pengetatan 2025, pasar cryptocurrency mengalami likuidasi lebih dari $527 juta karena posisi margin terpaksa ditutup akibat tekanan likuiditas. Sebaliknya, ketika The Fed mengisyaratkan pemotongan suku bunga dan mengakhiri pengetatan kuantitatif pada Desember 2025, selera risiko meningkat tajam, menandai rezim pasar baru dengan volatilitas tinggi dan arus modal masuk kembali ke aset digital.
| Skenario | Arah Suku Bunga | Dampak terhadap Kripto | Sinyal Pasar |
|---|---|---|---|
| Pengetatan Kebijakan | Kenaikan Suku Bunga | Penurunan Valuasi 15% | Risk-Off |
| Pelonggaran Kebijakan | Penurunan Suku Bunga | Peningkatan Selera Risiko | Risk-On |
Pola ini menegaskan bahwa transmisi kebijakan Fed berjalan tidak seimbang di lintas kelas aset. Bitcoin terbukti paling sensitif terhadap ekspektasi suku bunga, sehingga memperbesar potensi pergerakan harga ke atas maupun ke bawah. Pengalaman 2025 memperlihatkan bahwa memahami arah dan niat kebijakan Fed kini sangat krusial bagi investor cryptocurrency yang menghadapi siklus keuangan global yang semakin terhubung.
Data inflasi secara mendasar membentuk dinamika pasar cryptocurrency karena pengaruhnya terhadap ekspektasi kebijakan Federal Reserve dan sentimen investor. Ketika Indeks Harga Konsumen (CPI) melampaui ekspektasi, bank sentral biasanya memberi sinyal pengetatan moneter, sehingga sentimen risk-off menguat dan menekan aset digital. Sebaliknya, jika data inflasi lebih rendah dari perkiraan, pasar cenderung reli, seperti pada Maret 2025 saat CPI turun menjadi 2,8% dan Bitcoin melonjak sekitar 2% ke $82.000 karena investor memperkirakan kemungkinan pemotongan suku bunga.
Meski demikian, perilaku cryptocurrency sebagai lindung nilai inflasi ternyata paradoksal. Walaupun pasokan Bitcoin yang terbatas secara teori bisa menjadi pelindung inflasi, data empiris menunjukkan korelasi negatif antara CPI yang naik dan harga Bitcoin. Hubungan ini menunjukkan bahwa harga kripto lebih sensitif pada perubahan kebijakan moneter dibandingkan fungsi lindung nilai inflasinya sendiri.
| Kelas Aset | Korelasi Inflasi | Konsistensi | Pendorong Utama |
|---|---|---|---|
| Emas | Positif Kuat | Konsisten | |
| Cryptocurrency | Lemah/Negatif | Tidak Konsisten | Ekspektasi kebijakan |
| Bitcoin | Negatif (CPI naik) | Variabel | Sentimen risiko |
Analisis komparatif menegaskan efektivitas lindung nilai inflasi cryptocurrency jauh lebih rendah dibandingkan aset tradisional seperti emas, yang terbukti kuat sebagai pelindung nilai jangka panjang khususnya di era suku bunga riil negatif. Penelitian lintas aset 2018–2025 membuktikan, ekspektasi inflasi memang mendorong pembelian cryptocurrency oleh investor ritel, namun perilaku ini lebih bersifat spekulatif daripada perlindungan nyata terhadap inflasi. Data pasar memperlihatkan ACT dan token sejenis bereaksi lebih kuat pada pengumuman kebijakan makroekonomi daripada inflasi aktual, sehingga kripto lebih berperan sebagai aset risiko yang bergantung pada kondisi moneter ketimbang sebagai pelindung inflasi sejati seperti logam mulia.
Hubungan Bitcoin dan pasar tradisional pada 2025 memperlihatkan ketidaksejajaran yang mencolok meski integrasi institusional makin dalam. Korelasi rolling 30 hari antara Bitcoin dan S&P 500 sangat fluktuatif, mulai dari -0,299 hingga 0,87 tergantung pada kondisi pasar dan sentimen makro. Pada periode tertentu, Bitcoin bergerak searah dengan ekuitas di tengah pengetatan likuiditas, namun secara umum korelasi cenderung negatif atau mendekati nol, menegaskan posisi Bitcoin sebagai kelas aset tersendiri.
Emas dan Bitcoin di 2025 justru bergerak berlawanan, membentuk narasi risiko yang bertolak belakang. Perbandingan berikut menyoroti perbedaan tersebut:
| Aset | Kinerja 2025 | Karakteristik Utama |
|---|---|---|
| Emas | +55% | Permintaan safe-haven dari bank sentral |
| Bitcoin | -30% (dari puncak Oktober) | Volatilitas aset digital |
| S&P 500 | +12,5% | Kekuatan pasar saham |
Bank sentral membeli lebih dari 1.000 ton emas per tahun sebagai lindung nilai de-dolarisasi dan sanksi, sementara tidak aktif di pasar Bitcoin. Pasar altcoin bergerak independen dari pasar tradisional, dengan modal bergeser ke sektor utilitas dan proyek patuh regulasi dibanding mengikuti indeks saham. Kebijakan Federal Reserve dan data inflasi lebih berpengaruh pada volatilitas cryptocurrency ketimbang korelasi dengan saham, menandakan faktor makro menjadi pendorong utama harga. Struktur ini mempertegas bahwa pasar kripto berjalan sesuai prinsip fundamentalnya sendiri.
ACT crypto merupakan cryptocurrency terdesentralisasi dan open-source yang mendukung kolaborasi kreatif antara manusia dan sistem AI di blockchain. Platform ini memfasilitasi proyek inovatif yang menggabungkan kreativitas manusia dan kecanggihan kecerdasan buatan.
Ya, Act Coin memiliki potensi yang kuat dengan prediksi harga mencapai $0,038508 pada 2030. Adopsi yang terus naik dan tren pasar mendukung pengembangan jangka panjang serta kenaikan nilai aset ini.
Act Coin mengalami penurunan harga besar setelah pemegang utama melikuidasi aset mereka, menyebabkan koreksi pasar yang tajam dan peristiwa likuidasi besar yang ramai diperbincangkan di komunitas kripto.










